Menyusup begitu lembutnya ke dalam akal
Merasuki begitu dalamnya ke dalam pikiran
Satu renungan yang mengganggu tenangnya malam ini
Sebagaimana ia menyusupi dan merasuki malam-malam lainnya.
Aku percaya bahwa Tuhan punya rencana
Aku yakini itu
Namun aku tahu manusia diizinkan untuk mengusahakan
Aku yakini itu
Namun tetap tak berhasil aku menghindarinya
Satu renungan yang sama di malam yang berbeda
Satu renungan tentang pilihan
Satu renungan tentang masa depan
Satu renungan tentang rencanya-Nya
Tuesday, September 22, 2015
Life Is A Mystery
07.40 berangkat ke kantor
16.15 berangkat dari kantor
17.20 tiba di kampus
23.00 akhirnya tiba di rumah
23.00 - 00.00 sesi kontemplasi malam
Sometimes it is funny to see how life unfold its mysteries.
Sekitar 4 tahun lalu, merasa paling yakin dengan passion yang ingin dikejar. Akuntansi, katanya.
8 semester kemudian, sedang berjuang memperoleh sertifikasi. Di bidang online marketing, khususnya search engine marketing. Bukan akuntansi.
Haha. Kocak.
Butuh 8 semester untuk menyadari bahwa akuntansi bukanlah passion yang ingin dikejar. Haha. Butuh 9 kali bayar kuliah untuk menyadarinya.
Haha. Kocak.
SMA, kerjaannya mencari identitas diri.
Kuliah, berusaha memastikan identitas diri.
Merasa sudah sangat yakin dengan identitas diri yang dibentuk selama 4 tahun.
Hanya untuk tiba-tiba menyadari bahwa telah masuk tahap baru dalam pencarian identitas.
Haha. Kocak.
Life is indeed a mystery.
Kuncinya?
Tawakkal.
Bismillah.
I'm looking forward to see you, Tomorrow :)
[Belajar Bersyukur]
Entah harus malu, segan, atau kagum.
Tebet-Senopati-Depok-Tebet.
07.00 - 23.00.
Belum genap seminggu punya rutinitas baru seperti itu.
Sudah terlintas rasa lelah, telah teruntai langkah yang melemah.
Katanya, rasa letih telah menyerang badan.
Katanya, ada beban ekspektasi di kantor.
Katanya, masih ada juga tanggung jawab organisasi.
Katanya, belum lagi skripsi yang masih menanti penyelesaiannya.
Entah harus malu, segan, atau kagum.
Lantas terhenyak dengan sosok pemimpin keluarga yang melintas di pikiran.
Entah belasan hingga puluhan tahun menjalani rutinitas yang serupa.
Berangkat pagi, pulang pagi, belum lagi jika ternyata harus tidak pulang.
Beban ekspektasi di kantor bahkan sama sekali tidak seberapa.
Apabila dibandingkan dengan beban menafkahi anggota keluarga yang menjadi tanggungannya.
Bukan hidup sekedar hidup, tapi anggota keluarga dapat hidup berkecukupan yang jadi harapannya.
Entah harus malu, segan, atau kagum.
Jika membayangkan beratnya beban yang harus ditanggung olehnya.
Jika memikirkan "balasan" apa yang selama ini mampu saya berikan.
Entahlah, tak terpikirkan "kekuatan"apa yang selama ini mampu menjaga semangatnya.
Belum lagi jika melihat para "working mother" dengan segala kewajibannya.
Belum pula jika melihat para "single parent " dengan segala keterbatasannya.
Entah harus malu, segan, atau kagum.
Mungkin, ini saatnya belajar "menunjukkan" rasa terima kasih.
Mungkin, ini saatnya belajar bersyukur.
As when things could've been better, it could've been worse
Ketenangan Hati
Ketika hati teramat jauh dari ketenangan dan akal telah kehabisan cara untuk menenangkannya.
Maka bersyukurlah bahwa ada Allah, sebaik-baiknya perencana, Sang Maha-Merencanakan.
Dan bersyukurlah bahwa masih dikaruniai kemampuan untuk mengingat Allah.
Maka bersyukurlah bahwa ada Allah, sebaik-baiknya perencana, Sang Maha-Merencanakan.
Dan bersyukurlah bahwa masih dikaruniai kemampuan untuk mengingat Allah.
Monday, September 21, 2015
Hidup itu,
Kejarlah kesempurnaan. Karena kamu sepenuhnya mengetahui bahwa manusia adalah tempatnya kesalahan. Karena kamu pun sepenuhnya mengetahui bahwa manusia tidak akan pernah mencapai kesempurnaan. Maka, ketahuilah dengan sepenuhnya, atas hal itu pula, bahwa kita akan selalu memiliki ruang untuk memperbaiki dan meningkatkan diri. Maka perbaikilah. Maka tingkatkanlah. Kejarlah kesempurnaan.
Jadikan hidup ini menyenangkan. Karena kamu sepenuhnya mengetahui bahwa berbagai tantangan maupun rintangan akan selalu menyertai hidupmu. Maka tak perlu lagi kamu tambahkan kesulitan hidup kamu dengan segala keluhan yang mungkin kamu keluarkan. Maka tersenyumlah. Jadikan hidup ini menyenangkan.
Maka bersyukurlah. Sebagaimana kamu sepenuhnya mengetahui bahwa berbagai tantangan maupun rintangan akan selalu menyertai hidupmu, maka ketahuilah dengan sepenuhnya, betapa banyak anugerah dan karunia yang telah dan akan selalu menyertai hidupmu. Sadarilah bahwa semua jalan hidupmu telah direncanakan dengan sempurna oleh-Nya, sebaik-baiknya perencana, Sang Maha-Merencanakan. Maka bersyukurlah.
Dan ingatlah bahwa seluruh langkah yang telah kamu tempuh, sedang kamu tempuh, dan yang akan kamu tempuh, sesungguhnya hanya sebuah proses yang teramat panjang lagi teramat singkat. Teramat panjangnya ketika kita sedangkan menjalani langkah tersebut. Teramat singkat apabila kita mengingat betapa fana-nya kehidupan di dunia ini. Dan bahwa sesungguhnya kehidupan hanya sebuah lorong singkat yang akan mengantarkan kita ke kehidupan selanjutnya, ketika nantinya kita akan dimatikan, untuk kemudian dihidupkan kembali.
Maka jalanilah proses ini dengan sebaik mungkin.
Maka jalanilah hidup ini sebagai proses yang menyenangkan dalam mencapai kesempurnaan, yang diiringi rasa syukur.
Saturday, May 2, 2015
I think therefore I feel (?)
Now that I know that I am able to feel like this again
I think I'm ready again..
Now that I know that I really am happy
I think I'm ready again..
Now that I know that I really missed you
I think I'm ready again..
Now that I know you..
I think I'm ready to feel this again
I think I'm ready to fall for you
I think I'm ready to love again
I think I'm ready again..
Now that I know that I really am happy
I think I'm ready again..
Now that I know that I really missed you
I think I'm ready again..
Now that I know you..
I think I'm ready to feel this again
I think I'm ready to fall for you
I think I'm ready to love again
Monday, April 20, 2015
April, 20th.
And it was the twentieth of April. Something special happened. And still, someone special was again the main topic. It was that special someone who answered the question. This strangest feeling was still the biggest question.
It truly was a feeling of joy. A puzzling, an overwhelming one. Anxiety and fear began to walk out of the party. Optimism was winning the battle. Independence and submission stopped their battle as trust and partnership was entering the frame. Hesitation began to struggle in beating confidence. Elegance was winning completely, leaving awkwardness behind. Tranquility emerged as the champion, completely beating agitation. A new lead actor entered the story. It was hope.
This is the chances that we are taking. This is the decision that we are taking. It's not about the relationship. This is about the trust we are both building, alongside each other, while joining our hands. This is about our hope.
Hope that we can always put a smile on each other. Hope of knowing that no physical touch is needed to feel each other's presence. Hope for a place in this prone, weak storage called heart. Hope to always know that each other's presence and absence both mean something to us.
Neither of us may choose who to love. No one knows how the story of hope will develop. Will we vow to embrace each other in our struggle? Will we vow to always join our hands in all ups and downs? Will there always be a reason to continue? Hope will develop its own story. But we are the ones responsible to nurture hope.
It's been a long time for me to be able to feel this way again. Somehow, you have effectively established yourself responsible for making me smile. And I am your source of tranquility. Let me just open that tightly shut door. The door you were so afraid to re-open it. And let me be that special someone who may finally enter that door.
Never have I felt so confused. Nor have I felt this overwhelmed. Though I was happy at the same time. And this time, this joy completely overwhelms the anxiety.
And as this heart keeps on beating and starts to skip even more beats, another big questions ran into this mind. Can I be that someone who wants the best for you? And are you really the answer of my questions?
Well, let me try. And let's work together in this. As a team. As partners. As us. For us.
Thursday, April 16, 2015
Kerinduan Malam
Sungguh telah lama tak kurasakan perasaan ini
Ratusan jam, ribuan kilometer telah kutempuh sendiri
Mengejar mereka yang berada di depan
Membimbing mereka yang berada di belakang
Mengagumi mereka yang berada di atas
Menopang mereka yang berada di bawah
Hingga akhirnya kini aku pun tahu,
Kini kumiliki seorang di sampingku
Kamu yang senantiasa menggandengku
Kamu yang senantiasa mengusapku
Kamu yang senantiasa menemaniku
Hingga akhirnya kini aku pun tahu,
Kini kumiliki seorang di sampingku
Telah kumiliki tempat untuk mengadu
Telah kumiliki tempat untuk bersendu
Telah kumiliki tempat untuk berpangku
Ketika semua angan akhirnya terbuka
Ketika semua tantangan terasa ringan
Karena kutahu kau kan menemaniku
Inilah kamu yang sejati di sisiku
Inilah aku yang sejati di sisimu
Dan aku tahu, aku akan menemukanmu
Dan kamu tahu, kau akan menemukanku
Setidaknya,
Inilah harapanku.
Ya, betapa aku rindu kamu dan perasaan ini.
Ratusan jam, ribuan kilometer telah kutempuh sendiri
Mengejar mereka yang berada di depan
Membimbing mereka yang berada di belakang
Mengagumi mereka yang berada di atas
Menopang mereka yang berada di bawah
Hingga akhirnya kini aku pun tahu,
Kini kumiliki seorang di sampingku
Kamu yang senantiasa menggandengku
Kamu yang senantiasa mengusapku
Kamu yang senantiasa menemaniku
Hingga akhirnya kini aku pun tahu,
Kini kumiliki seorang di sampingku
Telah kumiliki tempat untuk mengadu
Telah kumiliki tempat untuk bersendu
Telah kumiliki tempat untuk berpangku
Ketika semua angan akhirnya terbuka
Ketika semua tantangan terasa ringan
Karena kutahu kau kan menemaniku
Inilah kamu yang sejati di sisiku
Inilah aku yang sejati di sisimu
Dan aku tahu, aku akan menemukanmu
Dan kamu tahu, kau akan menemukanku
Setidaknya,
Inilah harapanku.
Ya, betapa aku rindu kamu dan perasaan ini.
Tuesday, March 31, 2015
Anxious April
It was the first of April. Nothing special really happened. Someone special was the main topic. It was that special someone who had raised this big question. This strangest feeling was the biggest question.
It was a feeling of joy. Yet it was a puzzling one. Anxiety was caught up and mixed in it. Fear joined the party. Optimism and pessimism battled each other. Another battle of independence and submission came into the frame. Confidence and hesitation stared on each other. Elegance and awkwardness clashed on each other. Tranquility joined hands with agitation.
Never have I felt so confused. Nor have I felt this overwhelmed. Though I was happy at the same time. This joy was as overwhelming as the anxiety.
No, it was not the April Mop. It was just this heart that keeps on beating. And for some reasons, it was beating faster while skipping some beats.
Another big question ran into this mind, Who will she be for me in later times? And who will I be for her?
Kegilaan Fana
Dengan segala pesonamu
Dengan segala perhatianmu
Dengan segala pemikiranmu
Dengan segala kapasitasmu
Dan dengan satu hatimu
Buatlah aku tergila padamu
Maka akan kucinta dan kujaga dirimu
Tuesday, March 24, 2015
Aku Untukmu
Sedikit bosan dengan tulisan yang terlalu serius, kali ini izinkan saya membagi sedikit kreativitas.
Terkadang, masa berada di rumah adalah masa paling non-produktif. Namun dengan bantuan hujan, percikan perasaan, micropohone bawaan headset, ditambah gitar nganggur, bukannya tidak mungkin terkadang untaian lagu pun terproduksi. (maaf kalau suaranya sedikit pelan, dan sumbang...)
Anyway, check this out:
https://soundcloud.com/rizqi-rifianto/aku-untukmu
Berjuta topeng kau kenakan di wajahmu
Kau tunjukkan kekuatan di senyummu
Dan tanpa cela kau tampilkan dirimu
Tak ada cara tuk jatuhkan dirimu
Dan tanpa lelah kau mengusir lelahmu
Dan tanpa cela kau tutupi lukamu
Terkadang, masa berada di rumah adalah masa paling non-produktif. Namun dengan bantuan hujan, percikan perasaan, micropohone bawaan headset, ditambah gitar nganggur, bukannya tidak mungkin terkadang untaian lagu pun terproduksi. (maaf kalau suaranya sedikit pelan, dan sumbang...)
Anyway, check this out:
https://soundcloud.com/rizqi-rifianto/aku-untukmu
Berjuta topeng kau kenakan di wajahmu
Kau tunjukkan kekuatan di senyummu
Dan tanpa cela kau tampilkan dirimu
Tak ada cara tuk jatuhkan dirimu
Dan tanpa lelah kau mengusir lelahmu
Dan tanpa cela kau tutupi lukamu
Meski kau sadari betapa kau merindu
Untuk satu waktu tentang dirimu
Izinkan aku membagi pundakku
Izinkan aku menjabat tanganmu
Karena ku tahu kau lelah melangkah sendiri
Dan aku tahu kau tak ingin tersakiti
Berjuta resah yang mampu kau lupakan
Berjuta perih yang telah kau taklukkan
Dan izinkan aku membagi pundakku
Dan izinkan aku menjabat tanganmu
Aku untukmu
Ya, aku untukmu
Monday, March 23, 2015
Memahami Toleransi, Kolaborasi, dan Kontribusi (1)
Apa arti dari Toleransi, Kolaborasi, dan Kontribusi?
Dan mengapa tiga kata bermakna luas ini menjadi nama dari kumpulan tulisan ini?
Izinkan saya sedikit, atau banyak, menceritakan tentang tiga nilai yang saya anut ini. Yak, mari kita mulai dengan Toleransi.
Memahami Toleransi.
(n) 1. Sifat atau sikap toleran; 2. batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan; 3. penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran kerja. (Sumber: KBBI). Satu kata yang menurut saya cukup dapat menjelaskan arti toleransi adalah menerima. Apa yang diterima? Kalau menurut KBBI, toleransi dapat berarti menerima penyimpangan. Lalu apa yang dimaksud dengan penyimpangan disini? Satu hal tentang penggunaan kata penyimpangan adalah makna dari kata itu sendiri yang artinya keadaan yang menyimpang, atau keadaan yang tidak sesuai, yang identik dengan hal negatif yang tidak tepat.
Saya sendiri lebih memilih untuk menggunakan kata perbedaan. Ya, arti toleransi bagi saya adalah kesediaan menerima perbedaan. Karena suatu hal yang 'menyimpang' (re: berbeda) tidak selalu berarti bahwa hal tersebut adalah buruk. Secara sederhana, toleransi bagi saya adalah kemauan dan kemampuan untuk menerima perbedaan dan memahami bahwa perbedaan bukanlah hal yang buruk. Mungkin apabila kita telaah lagi, 'penyimpangan' atau 'ketidaksesuaian' itu justru lebih baik dibandingkan 'sesuai' yang selama ini dipahami.
Lalu apa yang menarik dari kata toleransi? Mengapa toleransi penting untuk dibahas?
Mungkin arti kata toleransi sederhana. Ya karena memang sesederhana itu, sesederhana menerima perbedaan. Lalu? Coba lihat sekitar kita. Berapa banyak orang yang dapat dikatakan memiliki sifat toleran? Cobalah kita gunakan contoh yang sederhana terlebih dahulu. Mari kita coba gunakan hal-hal berbau hobi dan gaya hidup. Klub sepakbola favorit. Tanyakan mereka apa klub favorit mereka dan apa pendapat mereka tentang klub besar lainnya. Mungkin beberapa dari mereka akan mengatakan hal positif tentang klub lain, mungkin banyak dari mereka yang justru menjelekkan. Atau bahkan menyindir mereka yang berlagak 'anti-mainstream' dengan membela klub papan tengah. Toleran? Pendapat anda. Atau mungkin tanyakan aliran musik favorit mereka. Hal serupa akan kita dengarkan. Beberapa menerima perbedaan, mungkin banyak yang saling menjelekkan. Mungkin.
Sekarang mari kita coba bertanya tentang hal yang lebih sensitif. Tanyakan kepada mereka tentang Sex, Agama, Ras, Antar Golongan (SARA). Tanyakan berapa agama resmi di Indonesia. Tanyakan pendapat mereka tentang agama lain. Tanyakan apa yang mereka ketahui tentang agama lain. Tanyakan berapa teman dekat mereka yang berbeda agama. Satu hal menarik mungkin akan kita temukan. "Oh, agama itu, iya saya menerima keberadaan mereka kok. Mereka kan juga manusia." "Oh, saya tidak banyak tahu tuh tentang agama itu." "Oh, teman dekat saya seagama semua, agak risih juga ya kalau harus bergaul dengan mereka, agamanya beda." Mungkin itu bisa dianggap sebagai kunci jawaban, karena saya rasa mungkin masih banyak yang berpandangan seperti itu. Atau, yang lebih lucunya lagi, ternyata masih ada pandangan bahwa mereka yang bergaul dengan rekanan beda agama, dianggap agamanya 'kurang baik'. Lah apa urusannya siapa teman saya dan bagaimana agama saya? Lucu ketika melihat betapa mudahnya kita menilai seseorang padahal kita hanya sedikit tahu tentang orang tersebut.
Mari kita pindah paragraf karena nampaknya mulai tidak relevan apabila diteruskan di paragraf sebelumnya. Mari kita mengulik persepsi atas perbedaan. Betapa banyak dari kita yang berkata kita menerima perbedaan, tetapi dengan mudahnya menjatuhkan 'judgement' terhadap orang lain berdasarkan informasi terbatas yang kita miliki. Wanita berpakaian minim = murahan? Pria merokok = bandel? Pria gondrong = hidupnya gak teratur? Wanita merokok = lebih parah dari pria merokok? Sedikit berbicara = ansos? Minum minuman keras = tidak bermoral? Kan lucu. Sok tahu benar kita. Merasa seakan paling benar dan paling sempurna, seakan apa yang mereka lakukan tapi tidak kita lakukan itu salah. Bahkan tanpa kita mengetahui alasan mereka melakukan hal tersebut.
Ya, oke, mungkin berpakaian minim bagi wanita itu menyalahi syariat Islam karena tidak menutup aurat. Lah kalau mereka ternyata non-muslim? Atau mereka muslim, tapi memang tidak berniat menutup aurat. Tapi ternyata mereka justru lebih rajin bersedekah? Atau ternyata mereka telah memiliki bisnis sendiri sehingga mampu memperkerjakan orang lain? Masih bisa kah kita menilai mereka tidak sebaik mereka yang menutup auratnya?
Minuman keras? "Eh, jangan temenan sama dia, kerjaannya 'minum' terus hampir setiap malam." Lah emang kenapa? Mungkin memang non-muslim dan memang ternyata keluarganya punya kesenangan sendiri dengan minuman beralkohol. Atau ternyata mereka yang senang 'minum' ini sering dimintai nasihatnya karena pengalaman dan kebijaksanaannya? Entah mungkin di bidang organisasi atau pengalaman hidup lainnya? Yakin masih bisa menjatuhkan 'judgement' bahwa mereka tidak bermoral?
Merokok? Nah ini lebih menarik untuk dibahas. Mungkin pembaca pun sedikit paham mengapa ini adalah hal yang menarik dibahas terkait topik toleransi. Jujur, saya masih melihat banyak orang yang memandang buruk para perokok. Ya, mungkin memang tidak baik karena merokok sebenarnya menyakiti diri sendiri. Tapi apa adil kita menilai sifat seseorang hanya dari ia merokok atau tidak merokok? "Eh, lo berhenti ngerokok dong, gaenak dilihat orang" "Kasian reputasi lo karena lo ngerokok". Lah buset, orang tua gue aja ngebolehin, kenapa lo ribet amat? Memangnya karena status seseorang sebagai perokok aktif lalu tiba-tiba hidupnya jadi ga bener? Kan lucu. Mungkin ternyata sang perokok itu lebih aktif di kegiatan sosial, atau mungkin dia lebih pekerja keras hingga sering bergadang dan membutuhkan rokok untuk 'mengganjal' matanya. Siapa yang tahu? Yakin masih bisa menjatuhkan 'judgement' bahwa mereka murahan atau bandel?
Terlalu banyak mungkin apabila terus dibahas satu persatu. Sederhananya, ingin saya sampaikan bahwa dari sekian sifat, sikap, maupun kebiasaan yang dimiliki seseorang, baik positif maupun negatif, janganlah terbiasa untuk melihat sisi negatifnya saja. Jujur, saya muak melihat banyaknya orang yang hanya melihat, atau bahkan mencari kesalahan seseorang, ketika sebenarnya banyak hal positif yang dapat kita temukan. Atau bahkan sebenarnya sisi negatif tersebut tidak sepenuhnya negatif, hanya berbeda. Lucu ketika kita menyadari betapa banyaknya orang yang hanya karena berbeda, lalu dianggap negatif. Bukankah lebih baik apabila kita menerima perbedaan tersebut, toh belum tentu perbedaan tersebut mengganggu kita. Bukankah lebih baik apabila kita mencoba melihat sisi baik dari perbedaan tersebut? Gini sih, tidak mungkin kita membangun jembatan hanya dengan beton. Tidak mungkin kita membangun suatu perusahaan yang sepenuhnya diisi dengan latar belakang yang sama. Kasarnya ya, gak berkembang coy kalo gitu-gitu aja. Cobalah membuka sedikit lebih lebar cara pandang kita. Cobalah lebih mengenal mereka yang 'berbeda'. Dan silahkan rasakan manfaat yang mungkin akan anda dapatkan dari luasnya cara pandang anda.
Sunday, March 22, 2015
Batu dan Bata
Inilah aku, dengan seluruh kepercayaan diriku
Inilah aku, yang telah membungkam mereka
Puluhan manusia yang sok tahu
Ratusan manusia yang belum tahu
Telah banyak dari mereka yang meminta petuahku
Mereka yang muda meminta nasihatku
Mereka yang lebih tua pun meminta masukkanku
Tak pernah ku ragu untuk berkata
Dengan lancarnya dapat ku berkata
Inilah aku, dengan segala pemikiranku
Dengan kemampuan bicaraku
Tak tertandingi bukannya tak mungkin aku katakan
Sebagaimana yang mereka telah katakan
Inilah aku, yang terbatu dan terbata di depanmu
Inilah aku, yang telah membungkam mereka
Puluhan manusia yang sok tahu
Ratusan manusia yang belum tahu
Telah banyak dari mereka yang meminta petuahku
Mereka yang muda meminta nasihatku
Mereka yang lebih tua pun meminta masukkanku
Tak pernah ku ragu untuk berkata
Dengan lancarnya dapat ku berkata
Inilah aku, dengan segala pemikiranku
Dengan kemampuan bicaraku
Tak tertandingi bukannya tak mungkin aku katakan
Sebagaimana yang mereka telah katakan
Inilah aku, yang terbatu dan terbata di depanmu
Rahasia itu
Mungkin aku tak tahu siapa dirimu
Mungkin bahkan tak akan ku kenal dirimu
Layaknya jutaan manusia lainnya
Baik yang mengabaikan atau yang mempertanyakan
Biarlah semua berlalu
Sebagaimana Tuhan membawaku
Menembus bara dan batu
Di kala hujan mengguyurku
Kau pun membuka dirimu untukku
Berlimpah cita dalam hatiku
Di semua indah yang kurasa
Ada ragu yang terbesit di dalamnya
Bukannya aku tak mau tahu
Bukannya tak mau mencintaimu
Mungkin belum siap diriku untuk mengenalmu
Betapa ku takut menyakitimu
Ya, aku bilang bahwa mencintailah untuk dirinya dan bukan untuk diriku
Namun betapa ku ragu dapat ku lakukan itu
Sekuat apa dapat ku bangun komitmenku
Betapa ku takut akan meninggalkanmu
Izinkan, dan biarkan aku melangkah perlahan
Langkah demi langkah akan kuambil
Hanya demi kesempatan menyentuh hatimu
Hanya demi kesempatan menjaga hatimu
Aku harap kamu sabar dan setia menunggu
Selama aku menyiapkan diriku
Bukan untukku, tapi agar aku siap untukmu
Tunggu aku siap mendampingimu
Tunggulah aku, yang mengagumimu
Mungkin bahkan tak akan ku kenal dirimu
Layaknya jutaan manusia lainnya
Baik yang mengabaikan atau yang mempertanyakan
Biarlah semua berlalu
Sebagaimana Tuhan membawaku
Menembus bara dan batu
Di kala hujan mengguyurku
Kau pun membuka dirimu untukku
Berlimpah cita dalam hatiku
Di semua indah yang kurasa
Ada ragu yang terbesit di dalamnya
Bukannya aku tak mau tahu
Bukannya tak mau mencintaimu
Mungkin belum siap diriku untuk mengenalmu
Betapa ku takut menyakitimu
Ya, aku bilang bahwa mencintailah untuk dirinya dan bukan untuk diriku
Namun betapa ku ragu dapat ku lakukan itu
Sekuat apa dapat ku bangun komitmenku
Betapa ku takut akan meninggalkanmu
Izinkan, dan biarkan aku melangkah perlahan
Langkah demi langkah akan kuambil
Hanya demi kesempatan menyentuh hatimu
Hanya demi kesempatan menjaga hatimu
Aku harap kamu sabar dan setia menunggu
Selama aku menyiapkan diriku
Bukan untukku, tapi agar aku siap untukmu
Tunggu aku siap mendampingimu
Tunggulah aku, yang mengagumimu
Bisikan
Air mata yang selama ini kau tahan begitu keras
Senantiasa tertampung kau kubur di benakmu
Begitu keras usahamu menunjukkan sisi kuatmu
Seakan kau tahu betapa mereka membutuhkanmu
Ratusan kali kuungkapkan kepedihanku
Ratusan kali kau mendengarkanku
Berjuta kali mereka beri resahkan kepadamu
Berjuta kali kau diadu
Tak pernah kau patah
Tak sekalipun kau lemah
Seluruh sedihmu bisu
Seakan tak ingin dunia tahu
Suatu ketika kau bercerita kepadaku
Bahwa kau pun mampu merasa pilu
Bahwa tak ada tempat mengadu
Seakan dunia tak mau tahu
Kala lain tak ingin kau mengadu
Kembali kau pendam segala pilu
Tak kau biarkan dunia tahu
Satu titikpun sisi lemahmu
Sungguh ingin ku membantu
Mesti tak kau izinkan diriku
Untuk memasuki sisi gelapmu
Bahkan untuk menyentuh hatimu
Hingga akhirnya kau tumpahkan tangismu
Tanpa satu pun manusia yang akan tahu
Akhirnya kau pun mengadu padaku
Tanpa bisa aku membantu
Izinkan aku menyentuhmu
Biarpun sekedar rasa ku dan tanpa ragaku
Izinkan aku membantumu
Untuk mengangkatmu dari rasa pilu
Berikan aku kesempatan itu
Satu ruang terkecil di hatimu
Dimana tiada manusia lain kau bukakan pintu
Tempat aku menemani malammu
Biarkan aku mengusir sendumu
Tiada perlu ke kecup pipimu
Izinkan aku torehkan tawa di bibirmu
Sungguh ku lemah melihat tangismu
Raihlah pundakku, jabatlah tanganku.
Untukmu, sahabatku.
Makian Sang Malam
Suatu ketika aku berjalan menuju istanaku untuk menikmati hangatnya air yang akan membasuh ragaku, kasur yang akan melepas lelahku, selimut yang akan mengusir dinginku.
Tanpa alasan aku terdongak menatap langit seraya berbisik "Ah, betapa indahnya langit malam ini, lihatlah bintang yang menghiasinya, sungguh telah lama aku tak menatapnya".
Ya. Telah lama aku tak menatapnya. Seketika aku pun terhenyak. Begitu sibuknya aku menatap telepon genggamku, segala peralatanku demi tanggung jawab yang begitu aku cintai ini. Begitu terbuainya aku pada kesibukanku.
Hingga telah lupa aku untuk menatap langit. Hingga telah lupa aku untuk menatap sekitarku.
Bagaimana kabar mereka? Bagaimana kabar sahabatku, keluargaku, dan jutaan manusia lainnya?
Bukankah mereka pun tanggung jawabku? Bukankah aku pun mencintainya mereka? Bagaimana dengan Tuhan ku? Sungguh malu dengan luput ku dengan sekitarku.
Sungguh besar terima kasihku untuk langit di malam itu.
Isak Perjuangan
Seraya langit jingga membisikkan sindiran dan makiannya
Maka akan aku raih jaket kuning kebanggaan ini
Yang berteriak dalam diam untuk aku kenakan namun terlipat begitu rapi di pojok lemari
Yang dengannya kunyanyikan lagu kemerdekaan dan kemahasiswaan
Pekikan pergerakan, yang kini mempertanyakan langkah nyata ragaku
Senandung yang kini mempertanyakan perjuanganku
Inilah aku yang siap menodai jaket kuning kebanggaan aku dengan peluh keringat dan tetesan darah perjuangan
Inilah aku yang tak akan peduli atas rasa lelah dalam membela saudarakuyang dilanda kesengsaraan
Saudaraku yang terus mendustakan rasa lapar demi memberikan suapan nasi bagi anak dan istrinya tercinta
Maka sungguh rela ku mengadu dengan teriknya matahari
Takkan pernah ku takut bernafaskan debu
Rela ku teteskan peluh serta darahku
Untukmu,
Saudaraku.
Dari aku,
saudaramu.
Sindiran dari Langit
Mereka pun berkata betapa ramainya negeriku ini
Layaknya guruh yang memekakkan di sore itu
Mereka pun berkata betapa kelamnya bangsaku ini
Sekelam langit yang siap menurunkan tetesan hujan
Mereka pun bersaksi betapa angkuhnya aktor sandiwara ini
Seangkuh awan hitam yang menutupi terik matahari di kala itu
Intiplah sedikit dari celah jendela duniamu
Tiada sulit kan kau temukan peluh yang bertetesan
Dari mereka yang mendusta berkata tiada lapar yang dirasa
Kepada mereka, anak dan istri di rumah
Bukalah lebar pendengaranmu
Berjuta isakan dan amukan dengan mudah kamu temukan
Dari mereka yang selama ini kamu abaikan
Dari mereka yang menolak menghadap maut
Langkahkan kakimu keluar dari kotak penuh kenyamanan dan ketenaran itu
Demi menatap indahnya jingga senja di kala itu
Ketika tiada lagi isakan dan amukan
Ketika tidak perlu lagi mendusta atas rasa lapar
Ketika aku dapat tersenyum bahagia melihat bangsaku
Ketika kami telah bersatu
Maka aku pun mengikat sumpah
Akan kuhapus guruh yang menantangku
Akan kusingkirkan awan hitam yang menghantuiku
Ketika kita aku dan kamu melangkah satu
Ah, betapa ku rindu indahnya jingga senja itu
Subscribe to:
Posts (Atom)