Apa arti dari Toleransi, Kolaborasi, dan Kontribusi?
Dan mengapa tiga kata bermakna luas ini menjadi nama dari kumpulan tulisan ini?
Izinkan saya sedikit, atau banyak, menceritakan tentang tiga nilai yang saya anut ini. Yak, mari kita mulai dengan Toleransi.
Memahami Toleransi.
(n) 1. Sifat atau sikap toleran; 2. batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan; 3. penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran kerja. (Sumber: KBBI). Satu kata yang menurut saya cukup dapat menjelaskan arti toleransi adalah menerima. Apa yang diterima? Kalau menurut KBBI, toleransi dapat berarti menerima penyimpangan. Lalu apa yang dimaksud dengan penyimpangan disini? Satu hal tentang penggunaan kata penyimpangan adalah makna dari kata itu sendiri yang artinya keadaan yang menyimpang, atau keadaan yang tidak sesuai, yang identik dengan hal negatif yang tidak tepat.
Saya sendiri lebih memilih untuk menggunakan kata perbedaan. Ya, arti toleransi bagi saya adalah kesediaan menerima perbedaan. Karena suatu hal yang 'menyimpang' (re: berbeda) tidak selalu berarti bahwa hal tersebut adalah buruk. Secara sederhana, toleransi bagi saya adalah kemauan dan kemampuan untuk menerima perbedaan dan memahami bahwa perbedaan bukanlah hal yang buruk. Mungkin apabila kita telaah lagi, 'penyimpangan' atau 'ketidaksesuaian' itu justru lebih baik dibandingkan 'sesuai' yang selama ini dipahami.
Lalu apa yang menarik dari kata toleransi? Mengapa toleransi penting untuk dibahas?
Mungkin arti kata toleransi sederhana. Ya karena memang sesederhana itu, sesederhana menerima perbedaan. Lalu? Coba lihat sekitar kita. Berapa banyak orang yang dapat dikatakan memiliki sifat toleran? Cobalah kita gunakan contoh yang sederhana terlebih dahulu. Mari kita coba gunakan hal-hal berbau hobi dan gaya hidup. Klub sepakbola favorit. Tanyakan mereka apa klub favorit mereka dan apa pendapat mereka tentang klub besar lainnya. Mungkin beberapa dari mereka akan mengatakan hal positif tentang klub lain, mungkin banyak dari mereka yang justru menjelekkan. Atau bahkan menyindir mereka yang berlagak 'anti-mainstream' dengan membela klub papan tengah. Toleran? Pendapat anda. Atau mungkin tanyakan aliran musik favorit mereka. Hal serupa akan kita dengarkan. Beberapa menerima perbedaan, mungkin banyak yang saling menjelekkan. Mungkin.
Sekarang mari kita coba bertanya tentang hal yang lebih sensitif. Tanyakan kepada mereka tentang Sex, Agama, Ras, Antar Golongan (SARA). Tanyakan berapa agama resmi di Indonesia. Tanyakan pendapat mereka tentang agama lain. Tanyakan apa yang mereka ketahui tentang agama lain. Tanyakan berapa teman dekat mereka yang berbeda agama. Satu hal menarik mungkin akan kita temukan. "Oh, agama itu, iya saya menerima keberadaan mereka kok. Mereka kan juga manusia." "Oh, saya tidak banyak tahu tuh tentang agama itu." "Oh, teman dekat saya seagama semua, agak risih juga ya kalau harus bergaul dengan mereka, agamanya beda." Mungkin itu bisa dianggap sebagai kunci jawaban, karena saya rasa mungkin masih banyak yang berpandangan seperti itu. Atau, yang lebih lucunya lagi, ternyata masih ada pandangan bahwa mereka yang bergaul dengan rekanan beda agama, dianggap agamanya 'kurang baik'. Lah apa urusannya siapa teman saya dan bagaimana agama saya? Lucu ketika melihat betapa mudahnya kita menilai seseorang padahal kita hanya sedikit tahu tentang orang tersebut.
Mari kita pindah paragraf karena nampaknya mulai tidak relevan apabila diteruskan di paragraf sebelumnya. Mari kita mengulik persepsi atas perbedaan. Betapa banyak dari kita yang berkata kita menerima perbedaan, tetapi dengan mudahnya menjatuhkan 'judgement' terhadap orang lain berdasarkan informasi terbatas yang kita miliki. Wanita berpakaian minim = murahan? Pria merokok = bandel? Pria gondrong = hidupnya gak teratur? Wanita merokok = lebih parah dari pria merokok? Sedikit berbicara = ansos? Minum minuman keras = tidak bermoral? Kan lucu. Sok tahu benar kita. Merasa seakan paling benar dan paling sempurna, seakan apa yang mereka lakukan tapi tidak kita lakukan itu salah. Bahkan tanpa kita mengetahui alasan mereka melakukan hal tersebut.
Ya, oke, mungkin berpakaian minim bagi wanita itu menyalahi syariat Islam karena tidak menutup aurat. Lah kalau mereka ternyata non-muslim? Atau mereka muslim, tapi memang tidak berniat menutup aurat. Tapi ternyata mereka justru lebih rajin bersedekah? Atau ternyata mereka telah memiliki bisnis sendiri sehingga mampu memperkerjakan orang lain? Masih bisa kah kita menilai mereka tidak sebaik mereka yang menutup auratnya?
Minuman keras? "Eh, jangan temenan sama dia, kerjaannya 'minum' terus hampir setiap malam." Lah emang kenapa? Mungkin memang non-muslim dan memang ternyata keluarganya punya kesenangan sendiri dengan minuman beralkohol. Atau ternyata mereka yang senang 'minum' ini sering dimintai nasihatnya karena pengalaman dan kebijaksanaannya? Entah mungkin di bidang organisasi atau pengalaman hidup lainnya? Yakin masih bisa menjatuhkan 'judgement' bahwa mereka tidak bermoral?
Merokok? Nah ini lebih menarik untuk dibahas. Mungkin pembaca pun sedikit paham mengapa ini adalah hal yang menarik dibahas terkait topik toleransi. Jujur, saya masih melihat banyak orang yang memandang buruk para perokok. Ya, mungkin memang tidak baik karena merokok sebenarnya menyakiti diri sendiri. Tapi apa adil kita menilai sifat seseorang hanya dari ia merokok atau tidak merokok? "Eh, lo berhenti ngerokok dong, gaenak dilihat orang" "Kasian reputasi lo karena lo ngerokok". Lah buset, orang tua gue aja ngebolehin, kenapa lo ribet amat? Memangnya karena status seseorang sebagai perokok aktif lalu tiba-tiba hidupnya jadi ga bener? Kan lucu. Mungkin ternyata sang perokok itu lebih aktif di kegiatan sosial, atau mungkin dia lebih pekerja keras hingga sering bergadang dan membutuhkan rokok untuk 'mengganjal' matanya. Siapa yang tahu? Yakin masih bisa menjatuhkan 'judgement' bahwa mereka murahan atau bandel?
Terlalu banyak mungkin apabila terus dibahas satu persatu. Sederhananya, ingin saya sampaikan bahwa dari sekian sifat, sikap, maupun kebiasaan yang dimiliki seseorang, baik positif maupun negatif, janganlah terbiasa untuk melihat sisi negatifnya saja. Jujur, saya muak melihat banyaknya orang yang hanya melihat, atau bahkan mencari kesalahan seseorang, ketika sebenarnya banyak hal positif yang dapat kita temukan. Atau bahkan sebenarnya sisi negatif tersebut tidak sepenuhnya negatif, hanya berbeda. Lucu ketika kita menyadari betapa banyaknya orang yang hanya karena berbeda, lalu dianggap negatif. Bukankah lebih baik apabila kita menerima perbedaan tersebut, toh belum tentu perbedaan tersebut mengganggu kita. Bukankah lebih baik apabila kita mencoba melihat sisi baik dari perbedaan tersebut? Gini sih, tidak mungkin kita membangun jembatan hanya dengan beton. Tidak mungkin kita membangun suatu perusahaan yang sepenuhnya diisi dengan latar belakang yang sama. Kasarnya ya, gak berkembang coy kalo gitu-gitu aja. Cobalah membuka sedikit lebih lebar cara pandang kita. Cobalah lebih mengenal mereka yang 'berbeda'. Dan silahkan rasakan manfaat yang mungkin akan anda dapatkan dari luasnya cara pandang anda.
No comments:
Post a Comment