Dewasa.
Ada yang menganggap dewasa hanyalah perkara bertambahnya usia.
As in boys will be boys, and girls likewise.
Sebatas perkara aktivitas sehari-sehari yang mulai berubah.
Bukan lagi berangkat ke sekolah, tapi ke kantor.
Bukan lagi menunggu bel sekolah berbunyi, kini menantikan jam kerja selesai.
Sekedar menunggu waktu untuk kembali bebas dan bermain.
Sebatas itu.
Dewasa.
Ada yang berkata menjadi dewasa adalah perbedaan cara pikir.
Bukan lagi sekedar esok hari ingin melakukan apa, tapi tahun depan ingin menjadi apa.
Bukan lagi sebatas menghabiskan waktu, tapi kini mencari sesuatu.
Meskipun terkadang tidak tahu apa yang dicari.
Ya, betapa seringnya kita tidak tahu.
Dewasa.
Ada yang berkata menjadi dewasa adalah pergeseran tanggung jawab.
Bukan lagi sebatas menjalani studi dan menunggu gelar datang, tapi kini mempertanggungjawabkan gelar tersebut.
Kini bukan hanya diri sendiri yang menjadi perhatian, tetapi juga orang-orang terdekat lainnya,
Atau bahkan ada pula yang memilih mengurus orang lain yang bahkan tidak dikenalnya.
Tanpa pernah mempertanyakan untuk apa ia melakukannya.
Bukan lagi sekedar menjalani hidup, kini telah berubah menjadi bertahan hidup.
Aku bukan penakut.
Sebutkan semua definisi tentang pendewasaan, maka akan aku hadapi semuanya.
Menjadi dewasa bagiku hanyalah sebatas fase lain yang harus dijalani.
Berbekal mimpi dan visi, perlahan aku melangkah meski tak pasti.
Bergegas berhati-hati menuju kedewasaan.
Aku bukan penakut.
Berikan aku tantangan terberat dan sedikit waktu, maka akan kulewati semuanya meski sedikit rapuh.
Meski tidak ada buku yang mengajarkanku bagaimana menjadi dewasa, akan tetap kutempuh dengan caraku.
Cara yang selama ini aku gunakan untuk melewati segala rintangan yang telah kuhadapi sebelumnya,
Tetapi, aku takut.
Aku takut tidak mengetahui untuk apa semua ini aku lakukan.
Aku takut tidak mengetahui untuk siapa semua ini aku lakukan.
Tidak mengetahui dengan siapa akan aku lewati semua ini.
Begitu terlenanya aku dalam fase yang disebut dengan menjadi dewasa.
Hingga nanti ketika sudah terlambat, aku menyadari bahwa aku berdiri sendiri di atas sana.
Tanpa seorang pun untuk berbagi rasa bahagia.
Tanpa seorang pun untuk tertawa bersama.
Maka ingatkan aku,
untuk terus menggenggam jemarimu,
untuk terus menjagamu di dalam hatiku,
untuk terus meluangkan waktuku untukmu.
Maka ingatkan aku,
untuk menjadi dewasa bersamamu.
Thursday, June 9, 2016
Monday, June 6, 2016
Persimpangan Jalan
Akhirnya aku pun turut merasakan fase yang ditakutkan sekaligus dinantikan.
Satu fase dimana akhirnya kita semua harus memilih.
Menjadi apa di hidup ini.
Bersama siapa dalam menjalankannya.
Satu hal yang menarik untuk selalu dilakukan di hidup ini adalah membuat rencana.
Merencanakan apa yang ingin dituju serta mempersiapkannya semenjak lama.
Menantikan hasil setelah semua usaha yang telah dijalankan.
Segala pengorbanan yang telah dilakukan untuk mencapainya.
Hingga akhirnya lahirlah satu hal yang tidak kalah menarik.
Ketika tiba-tiba seluruh rencana tersebut berubah.
Ketika tiba-tiba sebuah tembok besar menghalangi setapak jalan yang telah dibangun dengan penuh kehati-hatian.
Ketika akhirnya tersadar bahwa rencana baru harus kembali dituliskan.
Ketika kita akhirnya dihantam dengan keras oleh fenomena yang lebih dikenal sebagai kenyataan.
Ketika akhirnya tersadar harus kembali membangun setapak jalan lainnya.
Hingga akhirnya menyadari dan mencoba mengimani bahwa semua ini adalah rencana terindah yang dibangun dengan teliti oleh Tuhan.
Entah kapan keindahan tersebut akan datang.
Mungkin ini adalah satu ujian yang akan diikuti ujian lainnya sebelum keindahan tersebut akhirnya datang.
Mungkin ini cara Tuhan untuk menyadarkan hamba-Nya, atau sekedar mengujinya.
Namun aku memilih untuk percaya bahwa bukan tugas seorang hamba untuk mempertanyakan Tuhan.
Bahwa tugas seorang hamba adalah mengusahakan yang terbaik.
Menjadi manusia yang tidak menyiakan waktunya untuk bermuram durja.
Menjadi manusia yang terus menggunakan waktunya untuk mengejar kebajikan.
Menjadi manusia yang terus mengusahakan kebaikan bagi manusia lainnya.
Selamat datang,
yang selalu kutakutkan,
yang selalu kunantikan.
Selamat datang, persimpangan jalan.
Satu fase dimana akhirnya kita semua harus memilih.
Menjadi apa di hidup ini.
Bersama siapa dalam menjalankannya.
Satu hal yang menarik untuk selalu dilakukan di hidup ini adalah membuat rencana.
Merencanakan apa yang ingin dituju serta mempersiapkannya semenjak lama.
Menantikan hasil setelah semua usaha yang telah dijalankan.
Segala pengorbanan yang telah dilakukan untuk mencapainya.
Hingga akhirnya lahirlah satu hal yang tidak kalah menarik.
Ketika tiba-tiba seluruh rencana tersebut berubah.
Ketika tiba-tiba sebuah tembok besar menghalangi setapak jalan yang telah dibangun dengan penuh kehati-hatian.
Ketika akhirnya tersadar bahwa rencana baru harus kembali dituliskan.
Ketika kita akhirnya dihantam dengan keras oleh fenomena yang lebih dikenal sebagai kenyataan.
Ketika akhirnya tersadar harus kembali membangun setapak jalan lainnya.
Hingga akhirnya menyadari dan mencoba mengimani bahwa semua ini adalah rencana terindah yang dibangun dengan teliti oleh Tuhan.
Entah kapan keindahan tersebut akan datang.
Mungkin ini adalah satu ujian yang akan diikuti ujian lainnya sebelum keindahan tersebut akhirnya datang.
Mungkin ini cara Tuhan untuk menyadarkan hamba-Nya, atau sekedar mengujinya.
Namun aku memilih untuk percaya bahwa bukan tugas seorang hamba untuk mempertanyakan Tuhan.
Bahwa tugas seorang hamba adalah mengusahakan yang terbaik.
Menjadi manusia yang tidak menyiakan waktunya untuk bermuram durja.
Menjadi manusia yang terus menggunakan waktunya untuk mengejar kebajikan.
Menjadi manusia yang terus mengusahakan kebaikan bagi manusia lainnya.
Selamat datang,
yang selalu kutakutkan,
yang selalu kunantikan.
Selamat datang, persimpangan jalan.
Subscribe to:
Posts (Atom)